Tatapan mata kosong menatap butiran – butiran air yang terjatuh dari keran air taman dekat bangkunya berpijak. Jika dilihat ia tidak pernah memperhatikan apapun kecuali air yang menentes dari keran tersebut.
Namanya Muhammad Hisyam salah satu murid yang mengalami masala autis yang bergabung di sekolahku.
Dilain sisi anak – anak kelas 1 yang baru mereka berlarian, bermain, bersenang – senang tanpa ada ragu pada diri mereka. Dari sudut kelas aku menatap mereka dan dalam benakku terbesit sungguh indahnya hidup ini ketika diri ini bisa melihat mereka bermain riang gembira.
Tetapi ketika mataku kupalingkan kearah Hisyam, Yaa Alloh sungguh kasihannya anak ini, ia hanya terduduk diam, dengan tatapan kosong tanpa arah tujuan dan juga tanpa teman satu pun kecuali air yang ia tatap.
Lalu kulangkahkan kakiku dan kurangkul Hisyam sembari aku panggil ia “ Hisyam, Apa kabar?”. Tetapi Hisyampun tiada menjawab sedikitpun sapaanku dan juga menolehpun tidak. Jika kupikirkan lagi sedih rasanya hati ini melihat keadaan Hisyam yang seperti itu.
Waktu terus berjalan, di hari pertama sekolah berjalan. Hisyampun tetap terdiam sambil menatap air yang menetes dengan tatapan kosong.
Bahkan ketika bel berbunyi tet tet tet, dan semua anak berlari menuju lapangan untuk melaksanakan alphazone, ia tetap duduk mengelesot sambil merebahkan kepalanya di bangku dan melihat tetesan air.
Akhirnya akupun mengajaknya untuk bangun dan bergabung bersama teman – temannya di lapangan. “Hisyam ayo nak kelapangan sama teman – teman” kataku sambil menarik tangannya. Tapi tetap saja Hisyam terdiam. Akupun terus merayunya.
***
Disisi lain anak – anak dengan asyiknya mengikuti acara alphazone dengan riang gembira. Lalu alphazone pun berakhir dan anak – anak masuk kelas. Anak – anak kelas satu masuk dengan memperagakan berbagai hal, ada yang menjadi pesawat, ada yang jadi tank, ada yang jadi kereta dan masih banyak lagi peragaan yang dilakukan oleh anak – anak kelas satu.
Sedangkan kelas yang lain mereka melakukan alphazone dengan bermacam – macam cara tergantung kreativitas gurunya. Mereka semua menikmati acara tersebut kecuali Hisyam yang hanya menaruh kepalanya di atas bangku sembari menatap air.
Setelah masuk kelas akhirnya keadaan di luar menjadi hening. Lalu pelan – pelan aku bujuk lagi si Hisyam untuk masuk. Akhirnya Hisyampun mau ikut masuk di kelas.
Setelah masuk Hisyampun duduk dan hanya menaruh kepalanya di meja sembari menunjukkan tatapan kosongnya. Akupun lalu menatapnya, aku tatap matanya dengan tatapan hangat penuh kasih sayang. Tetapi, ia langsung memalingkan pandangannya.
Hari itu berjalan seperti itu penuh dengan kekosongan dan kehampaan. Akupun terus memutar otak bagaimana cara agar saya bisa mengubah perilakunya yang diam sekali.
Saat istirahat aku ajak ia untuk sholat dhuha ketika aku ajak wudhu ia malah berlari terlebih dahulu menuju masjid. Lalu akupun tetap melanjutkan wudhuku. Setelah selesai aku naik dan menuju masjid dan kusambangi Hisyam yang saat itu duduk terdiam di tangga.
Akupun sholat dhuha. Setelah selesai akupun mengajak Hisyam untuk belajar sholat dan ia hanya terdiam dan merunduk sambil melihat ukiran – ukiran keramik. Setelah itu aku ke kantor dan Hisyampun ku ajak dan ia kembali duduk didekat keran air.
Sampai di kantor pak harahap kepala sekolahku menyambangiku dan bertanya padaku “gimana pak rahmad? “hari ini luar biasa sekali pak, anaknya masih menutup mulutnya rapat – rapat” Jawabku.
Kemudian pak Harabab pun memotivasi saya agar saya bersabar dan terus berinovasi agar saya bisa memecahkan masalah penanganan si Hisyam.
Akhirnya akupun beristirahat sejenak, sambil selepas penatku setelah dari tadi pagi aku harus memacu otak secara ekstra untuk sekedar bisa membuat hisyam tersenyum dan mengucapkan sepatah atau dua patah kata padaku.
Meskipun istirahat tapi pandangan mataku tetap tertuju kepada sang anak. Aku tidak mungkin memalingkan pandanganku ke arah lain, karena aku takut jika terjadi apa - apa pada Hisyam ataupun juga si Hisyam kabur melarikan diri.
"tet...tet...tet..." suara bel pun berbunyi tanda akhirnya aku harus berjuang lagi untuk bisa menaklukkan sang anak agar sang anak bisa berbaur dengan teman - teman yang lain dengan baik. Akupun menariknya dan mengajakknya masuk ke kelas.
Subhannalloh sekali saja aku mengajak ia langsung mau masuk ke kelas, meskipun tatapan matanya masih kosong seperti tadi pagi dan mulutnya diam seribu bahasa.
Tetapi bagiku itu sebuah anugerah yang luar biasa sekali. Itu berarti sang anak sudah mulai menaruh kepercayaannya kepadaku. Sejenak hatiku menjadi lapang tiba - tiba serasa mendapat rejeki yang banyak dari Alloh. Lalu kamipun masuk ke kelas.
Kemudian Hisyam duduk dikursinya dan akupun duduk di sebelahnya. Lalu kucoba untuk menyapanya "Hisyam bagaimana tadi istirahatnya", tetapi lagi - lagi ia diam seribu bahasa tanpa menggubris sedikitpun sapaan dariku. Setelah kupikir - pikir mungkin ini awal saya menemukan hal - hal yang luar biasa dalam diri Hisyam.
Waktupun berjalan sampai akhirnya dipenghujung waktu jam 10.00 dan para murid baru tersebut di persilahkan untuk pulang terlebih dahulu. Semuanya pulang satu per satu dan Hisyam belum dijemput. Sampai akhirnya ayahnya menjemputnya pada pukul 10.30 menggunakan sebuah mobil Forsa GL.
Lagi - lagi kulihat ekspresi Hisyam yang biasa saja dingin dan dengan tatapan kosong. Bahkan, saat anak tersebut berpamitan dengan ku.
Hari ini pikiranku berbaur dari sedih , senang, dan semangat sekali. Aku sedih karena melihat keadaan anak yang seperti itu, tentang bagaimana masa depannya nanti.
Tapi aku juga senang dan semangat karena aku bisa mengajaknya masuk kelas dalam sekali ajakan dan itulah yang memberi semangat besar dalam hidupku untuk bisa merubah perilaku anak. Beriringan dengan kepulangan anak akupun langsung kembali ke kantor dan kemudia ikut pulang.
***
Hari berlalu dan keesokan harinya tepatnya hari selasa pada pukul 6.00 pagi aku pun berangkat menuju sekolah. Rumahku cukup jauh dari sekolah, rumahku berada di plupuh kab. Sragen jaraknya sekitar 30 km dari sekolah.
Akupun bergegas dan akhirnya sampai di sekolah pukul 6.45. Kulihat kesan kemari dan si Hisyampun belum terlihat. Akupun menunggunya sembari menyambut kedatangan teman - temannya. Akhirnya lima menit berselang Hisyampun datang.
Akupun langsung menghampirinya dan menyapanya. Tetapi lagi - lagi ia tak menjawab salamku dan pandangan matanya dialihkan ke arah lain. Hal tersebut berlangsung selama hampir seminggu.
Seminggu aku memutar otak bagaimana caraku agar ia bisa membalas ocehanku dengan senyumnya. Berbagai cara sudah kulakukan, akan tetapi lagi - lagi ia diam seribu bahasa.
Mungkin bagi kita yang normal diam itu emas tapi bagi Hisyam diamnya adalah musibah. Akhirnya hari ini kuputuskan untuk mengajaknya keluar jalan - jalan dan saat jalan - jalan tiba - tiba muncul pesawat yang terbang rendah sekali.
Spontan Hisyam langsung lompat dan bilang "pesawat... Pesawat...pesawat" dan ia pun sontak mengejar pesawat sampai ke dekat ring basket.
Aku pun langsung tersenyum melihat hal tersebut. Akhirnya aku menemukan sesuatu yang membuatnya senang dan langsung ia aku ajak ke kantor untuk meilihat pesawat dari internet sekolah. Ia pun akhirnya mengeluarkan suaranya satu persatu dari warna, besar, kecil, angka dan masih banyak lagi.
Dari semua kata-kata yang keluar dari bibirnya kata ustadz rahmad adalah yang paling membuat aku bahagia. Karena, dari pertama kami bertemu baru sekali ini ia menjawab ucapanku dan juga memanggil namaku.
Itulah hari yang membuatku bahagia akupun langsung menceritakan kepada mereka tentang kejadian hari ini.
Dari itulah aku ubah semuanya dari bukunya aku kasih sampul pesawat, contoh soalpun lebih banyak aku hubungkan dengan pesawat.
Hari - hari berikutnya semua menjadi lebih mudah dan iapun bisa juga menunjukkan kemampuan dalam bidang matematika, bahasa, bahkan juga seni lukis. Iapun akhirnya bisa kembali berbaur dengan semua teman-temannya meskipun ia kadang masih sering sendiri tanpa berbaur tapi itu sudah bagus sekali. Baginya pesawat adalah hidupnya tapi bagiku pesawat adalah berkah tersendiri.
Pernah Terbit di Buletin MIM PK Kartasura
By : Pak Dian
No comments:
Post a Comment